Semarang, 22 Oktober 2025 — Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema “RUU Sisdiknas dalam Perspektif Guru dan Dosen Indonesia” digelar di Semarang dengan antusiasme tinggi. Acara ini menjadi forum strategis bagi kalangan pendidik untuk memberikan pandangan terhadap arah kebijakan pendidikan nasional.
FGD ini menghadirkan tiga narasumber utama, yaitu Prof. Atip Latipulhayat, S.H., LLM., Ph.D. (Wamen Dikdasmen RI), Dr. H. Abdul Fikri Faqih, M.M. (Anggota Komisi X DPR RI), dan Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. (Dewan Pendidikan Tinggi RI). Diskusi dipandu oleh Dr. H. Muhdi, S.H., M.Hum., Ketua PGRI Provinsi Jawa Tengah.
Dalam sambutan pembuka, Dr. Muhdi menyampaikan apresiasi atas kerja keras Kemendikdasmen dalam upaya menyempurnakan sistem pendidikan nasional. Ia menilai forum FGD menjadi wadah penting untuk menjembatani pandangan antara guru, dosen, dan pembuat kebijakan.
“PGRI lahir seratus hari setelah kemerdekaan dengan tiga tujuan mulia: mempertahankan kemerdekaan, memajukan pendidikan, dan memuliakan guru,” tutur Muhdi. Ia menambahkan bahwa semangat itu harus terus menjadi roh perjuangan guru, apalagi menjelang HUT ke-80 PGRI pada 25 November mendatang.
Muhdi juga menegaskan bahwa PGRI siap menjadi mitra pemerintah dalam mengawal implementasi RUU Sisdiknas agar berpihak kepada tenaga pendidik. “Kami tidak ingin guru hanya menjadi objek kebijakan, tetapi subjek yang ikut menentukan arah pendidikan nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Prof. Atip Latipulhayat menjelaskan bahwa RUU Sisdiknas disusun dengan metode kodifikasi guna menyatukan regulasi pendidikan dalam satu sistem hukum yang komprehensif. “Tujuannya agar kebijakan pendidikan tidak lagi tumpang tindih dan lebih mudah diterapkan di semua jenjang,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa RUU ini mengintegrasikan tiga undang-undang utama: UU Sisdiknas 2003, UU Guru dan Dosen 2005, serta UU Pendidikan Tinggi 2012. Dari hasil penyatuan tersebut, terdapat 74 pasal muatan baru yang disesuaikan dengan tantangan pendidikan masa kini.
Dari sisi legislatif, Dr. H. Abdul Fikri Faqih menyampaikan bahwa DPR RI terus membuka ruang dialog dengan masyarakat pendidikan. Ia menegaskan, penyusunan RUU ini harus memperhatikan kesejahteraan guru dan dosen sebagai ujung tombak pembangunan SDM.
“Kami ingin RUU ini menjadi hasil kolaborasi, bukan hanya produk hukum,” ujar Fikri. Ia berharap, partisipasi aktif dari kalangan pendidik dapat memperkaya substansi RUU agar lebih implementatif dan berkeadilan.
Sementara itu, Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. menyoroti pentingnya revisi terhadap UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Ia mengusulkan penambahan dua hak penting dalam Pasal 14, yaitu tunjangan berbasis wilayah bagi guru di zona sulit dan perlindungan hukum bagi guru.
“Guru di daerah sulit perlu mendapatkan afirmasi khusus, baik secara finansial maupun perlindungan hukum,” tegas Prof. Ravik. Menurutnya, kebijakan ini akan memperkuat keadilan bagi tenaga pendidik di seluruh pelosok negeri.
FGD ini juga dihadiri oleh utusan PGRI dari berbagai kabupaten/kota di Jawa Tengah, termasuk PGRI Kabupaten Banyumas yang turut aktif memberikan pandangan. Perwakilan Banyumas menekankan pentingnya penyusunan RUU yang konsisten berpihak pada kesejahteraan guru di daerah.
Kegiatan ditutup dengan dialog interaktif yang melibatkan guru, dosen, dan pakar pendidikan. Para peserta berharap, hasil diskusi menjadi masukan nyata bagi pemerintah dan DPR dalam merumuskan kebijakan pendidikan nasional yang adil dan berkelanjutan.
“Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan organisasi profesi guru menjadi kunci terwujudnya sistem pendidikan nasional yang berkualitas dan bermartabat,” pungkas Dr. Muhdi menutup kegiatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar